Wednesday, September 3, 2014

Dens Invaginatus (Dens In Dente) Gigi Dalam Gigi

Sarang di Dente yang biasa disebut sebagai 'gigi dalam gigi ' . Ini adalah anomali perkembangan mengakibatkan pendalaman atau invaginasi dari organ enamel ke papilla gigi sebelum pengapuran jaringan gigi. [1] Dens Invaginatus mengacu pada cacat ditandai dengan puncak lingual menonjol dan lubang pusat kota. [2]

Hasil cacat dari invaginasi awal epitel enamel ke papilla gigi dari kuman gigi yang mendasarinya. Faktor lokal dan genetik telah terlibat . Cacat ini paling sering dijumpai dalam insisivus lateral rahang atas dan di mesiodens .[3] Secara klinis , gigi seri yang dapat bermanifestasi hanya pit lingual diperbesar . Cacat mudah menunjukkan radio grafis sebagai radiopak invaginasi , pita seperti enamel struktur , memberikan kesan gigi kecil di dalam rongga pulpa koronal . [4] Invaginasi inti paten ; sisa-sisa makanan dengan mikroorganisme yang menyertai masukkan kanal ini , infeksi pulp, dan penyakit periapikal . Cacat mungkin tidak tampak secara klinis , dan tidak frequenly menimbulkan masalah . [5] Jika ada, permukaan labial gigi normal , sedangkan cacat pada permukaan lingual dapat bervariasi dari lubang cingulum mendalam untuk gigi dengan terdistorsi mahkota dan akar . Tiga jenis cacat diakui , tergantung pada perluasan rongga dalam akar . [6]

Peningkatan frekuensi karies di pit lingual gigi terpengaruh karena lapisan tipis dan tidak lengkap dari enamel, diikuti kadang-kadang oleh pulp flammation dan nekrosis , sebagai akibat dari menyikat tidak tepat dan pembersihan daerah yang terlibat . Ketika sarang invaginatus ditemui tak lama setelah letusan , restorasi profilaksis saluran invaginasi dianjurkan untuk mencegah nekrosis pulpa . Mengisi Pencegahan lubang . Dalam kasus perawatan endodontik gigi . [7]
Img Source : http://supernumeraryteeth.com
Sumber :
[1]Eversole, Lewis r. Oral Pathology. Page 570. 
[2]Torabinejad, Mahmoud & Richard E. Walton, Asharaf Fouad. Endodantics. Page 8. 
[3]Laskaris, George. Colour Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. Page 8. 
[4]Rajendran, R. Shafers’s Textbook of Oral Pathology. Page 43. 
[5]Purkait. Essentials of Oral Pathology. Page 45.
[6]Schuurs, Albert. Pathology of the Hard Dental Tissues. Page 312.
[7]Delong, Leslie & Nancy Burkhart. General and Oral Pathology for the Dental Hygienist. Page 574.

Pengenalan ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia = AIHA/AHA) merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas,kemungkinan terjadi karena gangguan central tolerance,dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif residual. Gejala yang dirasakan oleh penderita AIHA adalah gejala umum anemia (lemah, letih, lesu), seringkali disertai demam dan jaundice (sakit kuning). Urin berwarna gelap sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda jaundice, pembesaran limpa, pembesaran hati, dan pembesaran kelenjar getah bening.
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibody ini terjadi melalui :

Aktifasi system komplemen.secara keseluruhan aktifasi system komplemen akan menyebabkan hancurnya membrane sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler yang ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuri.
Img Source : health.detik.com
System komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternative.antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM,IgG1,IgG2,IgG3,IgM disebut sebagai agglutinin tipe dingin,sebab antibody ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah pada suhu dibawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.
  • Aktivasi komplemen jalur klasik.
Reaksi diawali dengan aktivasi C1 suatu protein yang dikenal sebagai recognition unit. C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibody danj menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Kompleks penghancur membrane terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8,dan beberapa molekul C9.kompl,eks ini akan menyisip ke dalam membrane sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga permeabilitas membrane normal akan terganggu.air dan ion akan masuk kedalam sel sehingga sel membengkak dan rupture.
  • Aktifasi komplemen jalur alternative.
Aktifator jalur alternative akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan berikatan dengan membrane sel darah merah. Factor B kemudian akan melekat pada C3b , dan oleh D factor B dipecah menjadi Bad an Bb. Bb meruipakan suatu protease serin,dan tetap melekat pada pada C3b.ikata C3Bb selanjutnya akan memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b.selanjutnya C5b berperan dalam penghancuran membrane.

Aktifasi seluler yang menyebabkan hemolisis ekstravaskuler.
Jika sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktivasi komplemen lebih lanjut ,maka sel darah merah tersebut akan dihanmcurkan oleh sel-sel retikuloendotelial..proses immunoadherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai sel immunoadherence,terutama diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosis.

Sumber :
Wintrobe’s Clinical Hematology London 12th Edition;
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : 2009 Salemba Medika
Murray K. Robbert. Biokimia Harper. 27th Edision. EGC: 2010
Robbin and Cotran.Pathologic Basic of Disease. 7th Edision. 2013
https://www.clinicalkey.com/topics/hematology/autoimmune-hemolytic-anemia.html

Ditulis Oleh:
dr.djbrus

ASETAMINOFEN Paracetamol Penghilang Rasa Sakit

Asetaminofen atau yang juga dikenal dengan paracetamol adalah obat penghilang rasa sakit yang sangat aman dan tidak mengganggu pencernaan atau iritasi lambung. Asetaminofen sering digunakan untuk meringankan rasa nyeri, mengurangi demam, sakit kepala serta dapat mengurangi gejal flu dan pilek, sakit gigi, neuralgia, migrain dan sakit punggung.

Asetaminofen bekerja sebagai inhibitor prostaglandin lemah dengan menghalangi produksi prostaglandin, yang merupakan zat kimia yang terlibat dalam proses pengiriman pesan rasa sakit ke otak. Dengan mengurangi jumlah prostaglandin, paracetamol membantu mengurangi rasa sakit. Namun, berbeda dengan aspirin, paracetamol memblokir pesan rasa sakit di sistem saraf pusat, bukan pada sumber rasa sakit. Paracetamol digunakan untuk meringankan nyeri ringan sampai sedang, termasuk sakit kepala, migrain, nyeri otot, neuralgia, sakit punggung, nyeri sendi, nyeri rematik, sakit gigi, nyeri tumbuh gigi, artritis, dan nyeri menstruasi.

Selain itu, asetaminofen dapat mengurangi demam dengan memengaruhi bagian otak yang disebut hipotalamus yang mengatur suhu tubuh. Efek ini membuat paracetamol banyak digunakan dalam obat-obatan untuk batuk, pilek dan flu. Secara khusus, paracetamol diberikan kepada anak-anak setelah pemberian vaksinasi untuk mencegah demam pasca-imunisasi.

Asetaminofen juga dapat digunakan untuk mengurangi resiko gagal ginjal setelah mengalami cedera otot yang parah. Akan tetapi, obat jenis ini tidak dapat digunakan untuk mengurangi peradangan atau pembengkakan pada kulit dan sendi karena tidak memiliki sifat anti-inflamasi seperti pada aspirin. Walaupun Asetaminofen aman dikonsumsi oleh setiap orang misalnya bagi wanita yang sedang hamil, obat ini juga memiliki efek samping berbahaya jika digunakan dalam keadaan tertentu.

Apabila dikonsumsi bersamaan dengan alkohol serta digunakan secara berlebihan, asetaminofen akan mengakibatkan kerusakan pada hati serta resiko komplikasi penecernaan seperti pendarahan lambung. Akan tetapi, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa paracetamol tidak dapat menyebabkan kerusakan hati walaupun digunakan bersamaan dengan alkohol serta dikonsumsi dalam jangka waktu panjang.

Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan kerusakkan hati dan ginjal, Salah satu dari efek samping yang paling berbahaya adalah hepatotoksisitas, yang mana merupakan penyebab paling umum dari gagal hati akut. Kebiasaan penggunaan asetaminofen untuk mengurangi rasa sakit pada seseorang, akan membuat tingkat ketahanan seseorang untuk merespon rasa sakit berkurang.

Dosis umum untuk orang dewasa adalah 500 mg sampai 1000mg setiap empat jam serta dikonsumsi tidak lebih dari 10 hari. Konsumen tidak boleh mengonsumsi obat ini lebih dari delapan tablet atau kapsul dalam sehari. Seperti obat-obatan lainnya, paracetamol tidak harus digunakan dalam jangka panjang kecuali di bawah pengawasan dokter.
Tubuh menyerap paracetamol dengan cepat. Paracetamol dalam bentuk larutan lebih cepat diserap daripada tablet padat. Efek paracetamol biasanya akan mencapai puncaknya antara setengah jam sampai dua jam setelah konsumsi, dengan efek analgesik berlangsung selama sekitar empat jam. Setelah itu, paracetamol akan dikeluarkan dari tubuh.

Sumber :

Shashidhar HR, Grigsby DG. Acetaminophen: Old Drug, New Warnings. 2009. Available at http://emedicine.medscape.com/article/985140-overview.
Coward WA, Lunn PG. Paracetamol Toxicity: Epidemiology And Prevention. Medical Bullentin. 2010; 37 (1): 19-24. EBSCOhost.
Kaneshiro NK, Zieve D. Acetaminophen Amounts Limited in Prescription Narcotics Pub Med Health. 2010. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/ PMH0002571.
Beasley Richard W, Clayton Tadd O, Crane Julian, Lai Christoper K. W., Montefort Stephen R, Mutius Erika Von, Stewart Alistair W. “Acetaminophen Use and Risk Of Asthma, Rhinoconjunctivitus, and Eczema In Adolescent”.American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine.2011. Available at http://www.atsjournals.org.
Dean RFA. A Mouthful of Death:Acetaminophen Overdose . British Medical Journal. 2011. 798-801. EBSCOhost.

Mengenal Penyakit POLIOMYELITIS

Poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksinya merusak sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang (anterior horn cells of the spinal cord) dan batang otak (brain stem); dengan akibat kelumpuhan otot-otot dengan distribusi dan tingkat yang bervariasi serta bersifat permanen.

Pertama sekali ditemukan oleh Jacob Heine (1840) yaitu seorang ortopedik berkebangsaan Jerman, dimana ia mengidentifikasi berbagai gejala dan gambaran patologi dari penyakit ini. Pada tahun 1890, Medin seorang dokter anak berkebangsaan Swedia mengemukakan berbagai data epidemiologi penyakit Poliomielitis. Atas jasa kedua sarjana ini, maka Poliomielitis disebut juga sebagai penyakit Heine-Medin.

Tahun 1908, Landsteiner dan Popper berhasil memindahkan penyakit ini pada kera melalui cara inokulasi jaringan sumsum tulang belakang penderita yang meninggal akibat penyakit Poliomielitis.

Tahun 1949 Enders, Weller dan Robbins dapat menumbuhkan virus ini pada sel-sel yang bukan berasal dari susunan syaraf, sehingga memungkinkan ditelitinya patogenesis dan perkembangan vaksin polio.

Tahun 1952, Bodian dan Horstmann mendapatkan bahwa viremia terjadi pada awal infeksi, yang mana hal ini perlu untuk menerangkan fase sistemik penyakit dan bagaimana penyebaran virus polio ke susunan syaraf pusat. Salk pada tahun 1953 melaporkan keberhasilan imunisasi dengan formalin inactivated poliovirus, dan lisensi vaksin ini diperoleh pada tahun 1955. Beberapa tahun kemudian Sabin, Koprowski dan lain-lain mengembangkan vaksin live attenuated poliovirus dan mendapat lisensi pada tahun 1962.

Viruspoliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus enterovirus dan famili picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut. Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1. Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur hidup dari spesifik untuk satu tipe.

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan satu-satunya reservoir penyakit Poliomielitis. Di negara yang mempunyai 4 musim, penyakit ini lebih sering terjadi di musim panas, sedangkan di negara tropis musim tidak berpengaruh. Penyebaran penyakit ini terutama melalui cara fecal-oral walaupun penyebaran melalui saluran nafas dapat juga terjadi.

Sebelum tahun 1880 penyakit ini sering terjadi secara sporadis, dimana epidemi yang pertama sekali dilaporkan dari Scandinavia dan Eropah Barat, kemudian Amerika Serikat.

Pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an epidemi Poliomielitis secara teratur ditemukan di Amerika Serikat dengan 15.000 - 21.000 kasus kelumpuhan setiap tahunnya. Pada tahun 1920, 90% kasus terjadi pada anak <5 tahun, sedangkan di awal tahun 1950an, kejadian tertinggi adalah pada usia 5-9 tahun; bahkan belakangan ini lebih dari sepertiga kasus terjadi pada usia > 15 tahun.

Sejak dipergunakannya vaksin ada tahun 1955 dan 1962, secara dramatis terjadi penurunan jumlah kasus di negara maju. Di Amerika Serikat angka kejadian turun dari 17.6 kasus Poliomielitis per 100.000 penduduk di tahun 1955 menjadi 0.4 kasus per 100.000 di tahun 1962. Sejak tahun 1972, kejadiannya <0,01 kasus per 100.000 atau 10 kasus per tahun.

Bila tertelan virus yang virulen, maka akan terjadi multiplikasi di orofaring dan mukosa usus (Peyer's patches). lnvasi sistemik terjadi melalui sistem limfatik dan kemudian darah.

Kira-kira 7-10 hari setelah tertelan virus, kemudian terjadi penyebaran, termasuk ke susunan syaraf pusat. Penyebaran virus polio melalui syaraf belum jelas diketahui. Penyakit yang ringan ("minor illness”) terjadi pada saat viremia, yaitu kira-kira hari ketujuh, sedangan major illness ditemukan bila konsentrasi virus di susunansyaraf pusat mencapai puncaknya yaitu pada hari ke-12 sampai 14.
Image Source : slidesharecdn.com

Rifampisin Sebagai Antibiotik Pencegah Infeksi

Rifampisin merupakan golongan antibiotic yang mempunyai sektrum luas. Rifampisin juga banyak dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Rifampisin efektif menghadapi infeksi Staphylococcis dan Neisseria meningitides. Antibiotik ini merupakan bentuk pengobatan pertama untuk menanggulangi penyakit Tuberkulosis dan Lepra.

Golongan antibiotic rifampisin pertama kali ditemukan pada akhir 1950-an, didalam bakteri tanah Streptomyces medditeranei. Rifampisin termasuk kelompok senyawa kimia yang bernama gugus ansa.

Rifampisin memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat system protein terutama pada tahap transkripsi. Rifampisin menghalangi pelekatan enzim RNA polymerase dengan berikatan sisi aktif enzim tersebut. Rifasim sendii tidak melekat pada enzim RNA polymerase milik mamalia. Oleh karena itu anti biotik ini tidak toksik terhadap mamalia.

Resistensi terhadap rifampisin dapat terjadi ketika mutasi spontan pada bakteri membuat enzim RNA polimerase bakteri tersebut kehilangan afinitas terhadap antibiotik tersebut. Selain dari pada itu, resistensi terhadap rifampisin dapat dipengaruhi oleh keberadaan enzim yang menonaktifkan rifampisin dengan memindahkan molekul ADP-ribosil ke salah satu gugus hidroksil pada rantai karbon alifatik dalam antibiotic rifampisin. Resistensi melalui enzim dapat tersebar melalui penyebaran horizontal lewat plasmid.

Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai gram positif fan gram negative terhadap bakteri gram positif efeknya kurang kuat di bandingkan penisilin G, tetapi sedikit melebihi eritromisin dan sefalotin.

Sumber :

Anonimous. “ Refimpisin” (http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/577/jbptitbpp-gdl-wahyudiuun-28813-2-1991ts-2.pdf)
Wikipedia “Refimpisin” 2014 ( http://id.wikipedia.rg/wiki/rifampasin)/
www.informasiobat.com/rifampisin
www.klikparu.com/2014/04/rifampisin-obat-antituberkulosis-oat.html
digilib.itb.ac.id/files/.../jbptitbpp-gdl-wahyudiuun-28813-2-1991ts-2.pdf

Tuesday, September 2, 2014

AGONIS RESEPTOR A2

Alpha-2 (α2) reseptor adrenergik (atau adrenoseptor) adalah reseptor G protein-coupled (GPCR) terkait dengan Gi heterotrimer G-protein. Ini terdiri dari tiga subtipe yang sangat homolog, termasuk α2A, α2B-, dan α2C-adrenergik. Beberapa spesies selain manusia mengekspresikanreseptor anergik –α2D keempat juga. Katekolamin seperti norepinefrin (noradrenalin) dan epinefrin (adrenalin) sinyal melalui reseptor α2-adrenergik dalam sistem saraf pusat dan perifer.

Reseptor α2-adrenergik klasik terletak di terminal prejunctional vaskular mana menghambat pelepasan norepinefrin (noradrenalin) dalam bentuk umpan balik negatif. Hal ini juga terletak di sel-sel otot polos pembuluh darah dari pembuluh darah tertentu, seperti yang ditemukan dalam arteriol kulit atau pembuluh darah, di mana ia duduk di samping reseptor α1-adrenergik lebih banyak. Reseptor α2-adrenergik mengikat kedua norepinefrin yang dilepaskan oleh serabut simpatis postganglionik dan epinefrin (adrenalin) yang dikeluarkan oleh medula adrenal, mengikat norepinefrin dengan afinitas yang sedikit lebih tinggi. Ini memiliki beberapa fungsi umum yang sama dengan reseptor α1-adrenergik, tetapi juga memiliki efek khusus sendiri. Agonis (aktivator) dari reseptor α2-adrenergik yang sering digunakan dalam anestesi hewan di mana mereka mempengaruhi sedasi, relaksasi otot dan analgesia melalui efek pada sistem saraf pusat (SSP).

Subunit αprotein G penghambat – Gi dipisahkan dari protein G, dan rekan dengan adenyl cyclase (juga dikenal sebagai adenilat siklase atau adenilat siklase). Hal ini menyebabkan inaktivasi adenyl cyclase, mengakibatkan penurunan cAMP yang dihasilkan dari ATP. Hal ini menyebabkan penurunan cAMP intraseluler. Protein Kinase A tidak dapat diaktifkan oleh cAMP sehingga protein seperti fosforilasa kinase tidak dapat terfosforilasi oleh PKA. Secara khusus, fosforilasa kinase bertanggung jawab atas fosforilasi dan aktivasi glikogen fosforilase, enzim yang diperlukan untuk pemecahan glikogen. Jadi di jalur ini, efek hilir adenyl cyclase inaktivasi menurun pemecahan glikogen.

Norepinefrin memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk reseptor α2 dari memiliki epinefrin, dan karena itu berhubung kurang untuk fungsi yang terakhir. Agonis nonselektif termasuk clonidine obat antihipertensi, digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan hot flashes terkait dengan gejala menopause. Clonidine juga telah berhasil digunakan dalam indikasi yang melebihi apa yang diharapkan dari tekanan darah sederhana menurunkan obat: baru-baru ini telah menunjukkan hasil yang positif pada anak-anak dengan ADHD yang menderita tics yang dihasilkan dari pengobatan dengan obat perangsang SSP, seperti adderall XR atau methylphenidate; clonidine juga membantu meringankan gejala penarikan opioid. Efek hipotensi dari klonidin awalnya dikaitkan melalui tindakan agonis pada reseptor α2 presinaptik, yang bertindak sebagai down-regulator pada jumlah norepinefrin dirilis pada celah sinaptik, contoh autoreceptor.

Namun, sekarang diketahui bahwa clonidine mengikat reseptor imidazolin dengan afinitas yang jauh lebih besar daripada reseptor α2, yang akan menjelaskan aplikasi di luar bidang hipertensi saja. Reseptor imidazolina terjadi di solitarii inti tractus dan juga medula centrolateral. Clonidine sekarang dianggap menurunkan tekanan darah melalui mekanisme sentral ini. Agonis nonselektif lainya termasuk dexmedetomidine, lofexidine (antihipertensi lain), TDIQ (agonis parsial), tizadinin (dalam kejang, kram) dan xylazine.xylazine memiliki penggunaan hewan. n Uni Eropa, dexmedetomidine menerima izin edar dari European Medicines Agency (EMA) dari 2012/08/10 bawah merek Dextor. Hal ini diindikasikan untuk sedasi di ICU untuk pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis.

Daftar Pustaka
  1. Saunders, C. Limbird, L.E 2010. Localization and trafficking of alpha2-adrenergic receptor subtypes in cells and tissues. Pharmacology & Therapeutics, 84 (2): 193-205
  2. Khan, Z.P., Ferguson, C.N., Jones, R.M. 2010. Alpha-2 and imidazoline receptor agonists. Their pharmacology and therapeutic role. Anastesia, 54(2): 146-65
  3. Young, R. 2010. TDIQ (5,6,7,8-tetrahydro-1,3-dioxolo [2,5-g]isoquinoline): discovery, pharmacologycal effects, and therapeutic potential. CNS Drug rev, 13(4) 505-22
  4. Sun, D., Huang, A., Mital, S. 2012 Norepinephrine elicits beta2-receptor-mediated dilation of isolated human coronary arterioles. Circulation, 106 (5): 550-555
  5. Haenisch, B., Walstab, J., Herberhold, S.2013. Alpha-adrenoceptor agonistic activity of oxymetazoline and xylometazoline. Fundamental & clinical pharmacology, 24 (6): 729-739

Mengatur Spasi Paragraf Berdasarkan Ukuran CM

Mungkin masih banyak kawan-kawan yang kebingungan bagaimana cara mengatur spasi enter paragraf bila menggunakan aturan CM (centi meter) mungkin jika hanya mengatur spasi paragraf dengan spasi 1, 1.5 atau 2 mungkin sudah umum tetapi bagaimana bila ada tugas yang mengharuskan kita membuat spasi dengan ukuran 1cm, 2 cm atau 3 cm, tentu cara tersebut tidak dapat kita gunakan.

Untuk membuat jarak antar paragraf dengan satuan cm hal yang perlu kita ubah adalah spacing Before After, mungkin masih bingung juga karena satuan yang dipakai dalam spacing before after menggunakan satuan pt bukan cm, nah untuk itu kalian harus faham dulu konversi satuan pt ke cm, coba perhatikan tabel berikut :

pt
cm
12
½
24
1
36
1 ½
48
2
60
2 ½
72
3

Dari tabel diatas sudah dapat diketahui bahwa untuk membuat jarak antar paragraf 1 cm isikan after dengan angka 24 pt, untuk membuat jarak antar paragraf 2,5 cm kita harus memasukkan angka 60 pt ke after dan seterusnya.

Masih bingung mencari dimana mengubahnya simplenya cukup tekan alt + O + P pada keyboard dan kalian akan masuk format paragraf, oke disitulah kalian bisa mengubah spasi paragraf sesuai dengan ukuran yang kalian inginkan.

Selamat mencoba :)